Latest Entries »

Berikut adalah brosur umum terkait Institut Teknologi Sumatera Tahun 2019, meliputi profil umum, fasilitas, visi-misi, dan gambaran 35 program studi. Selengkapnya tentang itera bisa klik disini dan terkait penerimaan mahasiswa baru bisa klik disini.

Frequently Asked Question (FAQ) related to ARL ITERA

Apa bedanya Arsitektur Lanskap dengan Arsitektur?
Secara sederhana Arsitektur lebih fokus kepada desain arsitektural bangunan, sementara Arsitektur Lanskap lebih fokus kepada desain dan penataan kawasan untuk manusia yang berwawasan lingkungan.

Apa keunggulan Prodi Arsitektur Lanskap ITERA?
Prodi Arsitektur Lanskap ITERA merupakan prodi Arsitektur Lanskap pertama di Sumatera yang fokus untuk menjawab permasalahan lanskap tropis di Sumatera pada khususnya dan Indonesia serta dunia pada umumnya. Bekerjasama dan dibimbing oleh IPB, ITB, serta instansi terkait lainnya.

Apa saja yang perlu disiapkan sebelum masuk Prodi Arsitektur Lanskap?
Memiliki ketertarikan akan bangunan dan lingkungan ruang luar, flora dan fauna, keingintahuan dan semangat belajar yang tinggi, kemampuan dan ketertarikan dalam menggambar manual maupun digital, daya imajinasi dan kreatifitas.

Apa saja bidang kajian yang dapat dipelajari/ditekuni di Arsitektur Lanskap ITERA?
Perencanaan Lanskap, Perancangan Lanskap (Desain), Pengelolaan Lanskap, Teknologi dan Material Lanskap.

Apa saja prospek pekerjaan bagi lulusan Arsitektur Lanskap?Bekerja di dunia konstruksi seperti konsultan, kontraktor, pengawas, landscape planner dan landscape designer. Bekerja dalam bidang pengelolaan dan pemeliharaan lanskap. Bekerja di pemerintahan, landscape assessor, pengusaha lanskap, seniman lanskap. Bekerja untuk lembaga pemerintahan maupun swasta.

Apa itu Arsitektur Lanskap?

Sebelum kita beranjak jauh berbicara mengenai Program Studi Arsitektur Lanskap, berikut beberapa pengertian Arsitektur Lanskap dari para ahli:

Landschaft ist der Totalcharakter einer Erdgegend
Lanskap adalah karakter total suatu wilayah

(von Humboldt)

Landscape is the way how people perceived the environtment

(European Landscape Convention, 2002)

Lanskap adalah konfigurasi khusus dari topografi, penutupan vegetasi, tata guna lahan dan pola pemukiman yang membatasi beberapa aktivitas dan proses alam dan budaya

(Green et al., 1996)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, apa yang dijelaskan oleh von Humboldt adalah yang paling menyeluruh dalam menggambarkan Arsitektur Lanskap. Dapat dikatakan demikian karena Arsitektur Lanskap memiliki sub-bidang pembelajaran yang meliputi area/wilayah yang ada di permukaan bumi berikut dengan aktivitas dan segala sesuatu yang ada di atasnya. Dengan demikian, dapat dikatakan secara sederhana bahwa Arsitek Lanskap adalah seaorang arsitek yang merencana, mendesain, dan mengelola suatu area lanskap tertentu. Lalu apa bedanya dengan seorang Arsitek pada umumnya? bedanya adalah Arsitek memiliki fokus kajian pada bangunan dan infrastruktur, sedangkan Arsitek Lanskap berfokus pada ruang luar bangunan dan infrastruktur tersebut. Namun, pada praktik dunia kerja, dua bidang ini saling berkaitan dan membutuhkan satu sama lain. Bahkan terkadang, seorang arsitek dapat mengerjakan pekerjaan bidang arsitektur lanskap pun sebaliknya seorang arsitek lanskap dapat mengerjakan pekerjaan bidang arsitektur, dengan catatan keduanya pada skala yang kecil (Micro Scale). Untuk skala sedang (Meso) dan besar (Macro) keduanya butuh untuk memperdalam keilmuan melalui dunia pendidikan dan bahkan sertifikasi keahlian.

Keilmuan arsitektur lanskap sendiri dapat dipelajari melalui program-program studi terkait arsitektur lanskap di beberapa universitas atau institut baik di dalam dan luar negeri. Di Indonesia sendiri, program studi ini termasuk baru dan berkembang, beberapa diantaranya terdapat di Institut Teknologi Sumatera dan Institut Pertanian Bogor. Program studi Arsitektur Lanskap secara umum memiliki 3 bidang kajian: Perencanaan, Perancangan (Desain), dan Pengelolaan, dengan beragam area kajian spesifik.

Program Studi Arsitektur Lanskap ini dapat dikatakan merupakan Program Studi yang mencakup beberapa program studi/bidang keilmuan lainnya, antara lain: Arsitektur, Perencanaan Wilayah dan Kota, Teknik Lingkungan, Pertanian, dan Kehutanan, dll. Namun kesemuanya tidak dipelajari secara mendalam, namun diintegrasikan satu dengan lainnya untuk menghasilkan suatu desain yang komprehensif, fungsional, dan estetis.

ResearchGate address

Hi guys, this is my new post related to research activities. As a designer and young researcher in the field of landscape, honestly i need to connect to as much as researchers. I believe that my blog can help me to connect to all of you out there. And, for my future research, i will post it in my ResearchGate address. So, if you wanna find me on ResearchGate, please click on the link below.

Eduwin Eko Franjaya on ResearchGate

Islamic Poetry

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,38 % (BPS 2017). Artinya, kurang lebih 3,5 juta penduduk baru hadir setiap tahunnya dari jumlah penduduk berkisar 257 juta jiwa (top four in the world). Pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahunnya tentu berpengaruh terhadap kebutuhan akan lahan. Semakin meningkatnya populasi penduduk akan berpengaruh pada semakin meningkatnya perubahan lahan untuk mendukung kebutuhan dan aktivitas manusia (Nasihin et al. 2016).  Dan dengan semakin berkembangnya zaman, kebutuhan lahan tidak lagi sekadar kebutuhan akan lahan tempat tinggal, tetapi juga untuk industri, area komersil, dan sebagainya. Kebutuhan akan lahan tersebut pada akhirnya akan mengubah bentuk tutupan dan penggunaan lahan, yang sering kita sebut sebagai perubahan lahan.

Perubahan lahan sebagai konsekuensi dari peningkatan kebutuhan akan ruang, memiliki berbagai bentuk. Namun, umumnya yang menjadi sorotan adalah perubahan dari bentukan alami menjadi buatan. Hal ini dikarenakan terdapat dampak lingkungan yang menyertainya. Contohnya adalah deforestasi, yang mengubah bentukan hutan menjadi area pertanian atau perkotaan. Perubahan secara wilayah kita kenal dengan urbanisasi, dari rural area menjadi sub-urban dan kemudian menjadi urban area.

Penyebab perubahan lahan secara umum selain peningkatan jumlah penduduk adalah perkembangan ekonomi dan teknologi. Hal-hal tersebut merupakan penyebab perubahan lahan secara umum yang ditemui di berbagai kasus di dunia. Perkembangan ekonomi dapat dilihat secara sederhana dari meningkatnya daya beli masyarakat. Meningkatnya daya beli ini direspon dengan meningkatnya sarana, prasarana, serta hal-hal yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini kemudian perlahan memunculkan area-area ekonomi baru yang sering kita sebut sebagai CBD (Central business district) area. Dengan meningkatnya daya beli masyarakat, maka sektor-sektor pembangunan infrastruktur juga akan meningkat, salah satunya sektor property baik bangunan komersil maupun landed houses, yang tidak jarang mengambil area hutan, perkebunan, dan pertanian untuk diubah menjadi area perumahan, dan lain-lain. Perkembangan teknologi juga turut mendukung perkembangan ekonomi. Dengan semakin berkembangnya teknologi, maka manusia semakin menemukan cara termudah, efektif, dan efisien dalam melakukan sesuatu. Hal-hal yang dahulu sulit dilakukan seperti membuka area hutan, sekarang menjadi begitu mudahnya dengan teknologi, sehingga perubahan lahan semakin mudah dan sering terjadi.

Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap perubahan lahan, terdapat beberapa penyebab umum perubahan lahan, yakni keberadaan jalan, CBD, Area terbangun, dan kemiringan lahan. Aksesibilitas berupa jalan secara umum berfungsi menghubungkan antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Debolini et al. (2015) menjelaskan bahwa bentukan topografi seperti akses jalan utama dapat berpengaruh dalam peningkatan urbanisasi. Area CBD memiliki nilai signifikan sebagai penyebab perubahan lahan dikarenakan memiliki daya tarik ekonomi, sehingga area CBD menjadi area yang sangat strategis dari sisi sosial-ekonomi. Tidak terkecuali dengan nilai jual lahan, semakin dekat suatu lahan dengan area CBD maka semakin tinggi nilai jual lahan tersebut. Area-area hutan, perkebunan, dan pertanian yang berdekatan dengan area CBD ini tentu akan memiliki peluang perubahan yang semakin besar. Selain area perekonomian secara fisik, sistem politik dan perkembangan perekonomian juga berpengaruh dalam perubahan struktur suatu lanskap (Fonji dan Taff 2014). Area terbangun merupakan area yang sangat berkaitan dengan pembangunan fisik/ infrastruktur yang dilakukan oleh manusia. Pembangunan permukiman, perumahan, bangunan komersial, industri, dan infrastruktur fisik jalan merupakan beberapa contoh dari area terbangun. Area terbangun juga sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan penduduk. Kecenderungan pertumbuhan penduduk yang bertempat tinggal terpusat di area perkotaan menyebabkan terjadinya pertambahan jumlah bangunan fisik. Hasil studi penulis menyebutkan bahwa keberadaan area terbangun ini dapat mempengaruhi area sekitarnya, termasuk merubah tutupan dan penggunaan lahan. Tidak terkecuali hutan dan area pertanian serta perkebunan. Kemiringan lahan juga merupakan penyebab perubahan lahan. Area dengan kemiringan rendah atau berada pada area yang datar cenderung memiliki tingkat perubahan yang sangat tinggi. Area ini merupakan kriteria yang sangat sesuai sebagai area perumahan dan area komersil, sehingga area alami dan hijau seperti hutan akan lebih mudah mengalami perubahan di dataran rendah dibanding dataran tinggi.

Perubahan-perubahan lahan di atas beserta penyebabnya telah membawa dampak buruk bagi lingkungan, sosial, dan budaya masyarakat. Bagi lingkungan, perubahan lahan tentu memberikan dampak yang signifikan. Perubahan area hutan menjadi permukiman tentu akan menghilangkan atau mengancam ekosistem alam terutama habitat hewan. Bukan tidak mungkin hewan yang terganggu habitat dan area mencari makannya akan mengganggu kehidupan masyarakat. Sebagaimana yang sering kita lihat di berita, beberapa hewan seperti gajah, kera dan lainnya yang kemudian masuk ke permukiman warga untuk mencari makan. Rusaknya ekosistem juga dapat menimbulkan bencana alam. Deforestasi hutan di area Puncak Bogor misalnya telah berdampak pada menurunnya tingkat serapan air sehingga lebih banyak air yang dilepas daripada dipegang atau diikat oleh tanah. Hal ini diperparah dengan berkurangnya area ruang terbuka hijau dan area green belt di sepanjang sempadan sungai (bagian hilir) sehingga area serapan air berkurang yang pada akhirnya mengakibatkan banjir. Perubahan lahan menjadi area permukiman yang kemudian berkembang menjadi sebuah proses urbanisasi, tentu memiliki dampak lingkungan lainnya, seperti peningkatan polusi baik melalui asap kendaraan, maupun dari berkembangnya area industri. Perubahan lahan dari hutan ke pertanian, permukiman, kemudian berkembang menjadi sebuah proses urbanisasi, tentu juga berdampak pada sosial dan budaya masyarakatnya. Hal ini kemudian dapat merubah cara pandang masyarakat dalam mengelola lahan dan lingkungan sekitar.

Terkait dampak perubahan lahan, saat sekarang ini terdapat banyak contoh/fakta nyata yang bisa kita temukan. Lahan pertanian padi sawah yang produktif di Kabupaten Karawang sebagai salah satu lumbung pangan nasional telah mengalami perubahan sebanyak 17,8% dalam kurun waktu 20 tahun. Sebanyak 56 % dari perubahan tersebut merupakan perubahan padi sawah ke area terbangun (Franjaya 2017). Area hutan juga terancam dengan berkembangnya area industri di kabupaten ini. Fakta lainnya adalah pembangunan area bandara internasional di Tasikmalaya Jawa Barat. Diketahui bahwa lebih dari 90% area pembangunan bandara ini merupakan area pertanian produktif di kabupaten Tasikmalaya. Hal yang kemudian menjadi sorotan adalah perubahan ini dikhawatirkan mengubah sosial budaya masyarakat petani lokal, karena kebijakan yang diambil pemerintah adalah memberikan uang sebagai kompensasi, bukan area pengembangan pertanian baru. Tentu masih banyak contoh lainnya yang menunjukkan dampak perubahan lahan pada lingkungan dan sosial budaya masyarakat.

Permasalahan perubahan lahan mulai dari penyebab dan dampak sebagaimana yang dijelaskan diatas pada akhirnya membutuhkan solusi. Solusi yang diberikan dapat berupa rekomendasi kebijakan sampai pada rencana aksi penanggulangan. Namun, untuk mencapai hal tersebut, perlu dasar referensi yang jelas dan didapat dari hasil studi sebelumnya. Oleh karena itu, studi tentang perubahan lahan akan sangat diperlukan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan pengembangan wilayah, yang tetap mendukung lingkungan hidup. Pemerintah dapat bekerjasama dengan lembaga penelitian maupun institusi pendidikan setara universitas untuk melakukan penelitian yang komprehensif. Tentu permasalahan perubahan lahan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, sehingga rekomendasi yang diberikan juga akan menyentuh banyak sektor seperti lingkungan, pengembangan wilayah, perencanaan transportasi beserta infrastrukturnya, ekonomi, dan pengembangan sosial kemasyarakatan. Dengan banyaknya bidang yang disentuh, tentu diharapkan dapat menciptakan sebuah perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wilayah yang terintegrasi satu sama lain.

Pustaka pendukung:

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Tabel laju pertumbuhan penduduk [internet]. [diunduh 2017 Mei 16]. Jakarta (ID): BPS. Tersedia pada: http://www.bps.go.id

Debolini et al. 2015. Mapping land use competition in the rural-urban fringe and future perspectives on land policies: A case study of Meknes (Morocco). Land Use Policy 47 (2015) 373-381.

Fonji SF and Taff GN. 2014. Using satellite data to monitor land-use land-cover change in North-eastern Latvia. Springer Plus (2014) 3:61.

Franjaya EE, Syartinilia, Y Setiawan. 2017. Monitoring of landscape change in paddy fields: Case study of Karawang District – West Java Province. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 54 (2017) 012016 doi:10.1088/1755-1315/54/1/012016

Nasihin et al. 2016. Land cover change in Kuningan District during 1994-2015. Procedia Environmental Sciences 33 (2016) 428-435.

Abstract. Paddy field is an important agricultural land in Indonesia, as one of the largest rice producing-country in the world. At least 26 from 33 provinces in Indonesia are characterized by the existence of paddy field landscape. However, due to the increasing of population and development of infrastructure building, a conversion of paddy field rapidly occurs in many sites. This study aimed to examine the dynamics change in paddy field in Karawang District-West Java during the period of 1994-2015. The method used in this study mainly by the remote sensing technique using satellite images data. The result indicated that conversion of paddy fields to built area/infrastructure in Karawang is approximately 10.326,6 ha. It took up 56% from the paddy that were changed. Based on the result, the changes are likely to occur in the middle of karawang district, near the central city. This result showed the change of paddy field in 1994 converted into some built-up areas such as settlement or roads in 2015. However, about 85.597,56 ha paddy field is not changed during these period. The study showed that paddy fields landscape is facing a changes over the last two decades.

This is a paper for the International Symposium of LISat 2016 and has been published on IOP Publishing (indexed by Thompson Reuters). For full paper, please click on my researchgate here or on IOP Science here.

Abstract

Worldwide, sustainable agriculture in the form of integrated farming with its LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) concept has brought a positive impact on agriculture development and ambient amelioration. But, most of the small farmers in Indonesia did not know how to put the concept of it and how to combine agricultural commodities on the site effectively and efficiently. This research has an aim to promote integrated farming (agrofisheries, etc) to the farmers by designing the agricultural landscape to become integrated farming landscape as medium of education for the farmers. The method used in this research is closely related with the rule of design in the landscape architecture science. The first step is inventarization for the existing condition on the research site. The second step is analysis. Then, the third step is concept-making that consists of base concept, design concept, and developing concept. The base concept used in this research is sustainable agriculture with LEISA. The concept design is related with activity base on site. The developing concept consists of space concept, circulation, vegetation and commodity, production system, etc. The fourth step as the final step is planning and design. This step produces site plan of integrated farming based on LEISA. The result of this research is site plan of integrated farming with its explanation, including the energy flow of integrated farming system on site and the production calendar of integrated farming commodities for education and agri-tourism opportunity. This research become the right way to promote the integrated farming and also as a medium for the farmers to learn and to develop it.

Keywords: Integrated farming; LEISA; Planning and design; Site plan

This is an abstract for the 7th International Conference on Sustainable Agriculture for Food, Energy and Industry in Regional and Global Context-Serdang Selangor Malaysia (ICSAFEI 2015). For full paper (english version), please click here.

ABSTRACT

Farmers access to agricultural science and technology are often constrained in spite of present achievement of information technology which not being doubtful. Therefore, there is a need to provide facilities closed and able to help the farmers accepting agricultural information in a wide meaning. This research reported here was aimed to (1) conduct survey on farming and farmer preference to integrated agriculture, (2) initiate the development of Field Studio on Integrated Agriculture (FSIA) through planting supporting feed crops, and (3) write leaflets on integrated farming of crops, livestock, and fish cultures based on LEISA approach. Survey results show the existence of interest of the North Pangulah Village, Kota Baru Sub-district, Karawang District, farmers to practice integrated farming. The initiation of FSIA has been executed by introducing paddy-paddy-mungbean cropping pattern. In supporting the integrated farming systems proposed,  coconut, banana, Leucaena, jackfruit,  Glyricidia, and king grass has been planted at the site and 10 leaflets on LEISA has been written. It is concluded that the FSIA should be developed continually and its socialization should be executed immediately  to farmer groups at related village.

Keywords: integrated agricultural system, LEISA, agricultural information.

For full paper (indonesian version), please click here.

ABSTRACT
Agriculture is the one of the important sector that contributes the economic growth in Indonesia. But, now the economic growth is not in line with the agricultural land growth and the prosperity of the farmer. The effort to develop the agricultural sector which engage the farmer is the one thing that we can do to increase the prosperity of the farmer. Integrated farming give us the big opportunity to increase the farmer’s income in the village. Basically, the integrated farming is the agricultural system which characterized with the interaction and synergy dependability between various agricultural activities. The methode of this research is descriptive methode, using various reference books to get information about integrated farming. Then, applying the information to concept and concept development. Activity base is the main concept of this research, and the result of this research is integrated farming landscape.
Keywords : agricultural landscape, agricultural tourism, design, education, integrated farming

This is an abstract of my undergraduate thesis that published on journal of JLI Vol 5 No 1 2013 (indonesian version). For full paper, you can check on my ResearchGate or Google Scholar account (Eduwin Eko Franjaya).